Mabok Telor

Standard

Tadinya ini mau kuceritakan di Banjarmasin #3, tapi karena ceritanya baru ada ini, jadinya kubikin satu tulisan tersendiri aja 😀 .

Awalnya, aku merasa biasa saja setiap menyantap makanan di sini (Banjarmasin, pen.). Mulai dari capcay, bubur ayam, gado-gao, lontong orari, lontong tumis (nah! Yang ini aku lupa nama aslinya apa, hehe.. maap), nasi kuning, nasi goreng, dan beberapa menu lainnya. “Biasa” di sini maksudku adalah, aku tak begitu memperhatikan detil taburan atau lauk yang ada di dalamnya, khususnya telur. Sampai suatu ketika, di satu atau dua pekan pada bulan Januari lalu aku merasa ada yang ‘aneh’ dengan apa yang kumakan selama beberapa hari itu.

Telor alias telur.

Kalau aku tak memasak di sore hari (biasanya pas aku liqo), untuk dinner, kami makan di luar. Mencari tempat makan yang ada sayur dalam menunya, dan salah satu diantaranya adalah capcay. Yah, memang sih, sejak jaman kuliah aku mulai doyan makan sayur, khususnya makanan bernama “capcay” itu. karena menurutku, capcay itu komplit: ada telurnya, ada sayurnya, dan ada ayamnya yang bagiku itu perpaduan yang sempurna antara protein nabati dan protein hewani (pastinya juga ada vitaminnya lah ya..) à niva, 2010. Hehe..

Oh ya! kembali ke judul tulisan.

Jadi ceritanya, dalam beberapa pekan itu, terhitung sudah aku pernah makan capcay (yang ada taburan telurnya) dan si doi makan nasi goreng (yang juga ada taburan telur rebusnya). Pagi hari di beberapa hari dalam sepekan itu, kami makan bubur ayam (yang ada taburan telur dadarnya). Sempat juga makan mie rebus (yang kubuat ditambah dengan sayur dan telur) dan nasi dengan lauk telur rebus berbumbu seperti telur balado (yang dikasih Wa Wita, kerabat dari keluarga besarnya Abah Putat –di hari Maulid Nabi).

Entah hari apa –aku lupa- kami makan soto Surabaya yang di sana ada taburan telurnya. Pernah dapet satu porsi gado-gado (yang sebenarnya untuk dibawa pulang) selepas liqo

telor yang ada di kulkas

telor yang ada di kulkas

pekanan di salah satu rumah temanku, yang ternyata digado-gado itu ada telurnya. Pekan selanjutnya liqo di tempat lain, sang tuan rumah memberikan satu porsi nasi-mie-ayam-telur rebus berbumbu.

Ah ya! silaturahim ke rumahnya teman liqo si doi, kami juga disuguhi lontong dengan lauk telur (rebus) yang ditambah dengan tumisan udang dan ada sedikit sayurnya. Kukira itu lontong orari, tapi mereka (teman liqo si doi dan istrinya) bilang bahwa yang mereka suguhkan itu bukanlah lontong orari. *Jadi bertanya-tanya: apa orang Banjar itu doyan banget makan telor yak?

Oh em ji.. begitu menyadari bahwa dalam waktu satu bulan itu aku sudah banyak melahap santapan ‘bertemakan’ telur, aku jadi mual sendiri. Merasa bahwa sepertinya aku sedang mengalami yang namanya “mabok telor”..+_+   hadeeh..

Dan sekarang, aku sedang berpikir keras, bagaimana caranya menghabiskan 5 butir telur yang sudah ada di kulkas selama hampir dua minggu ini biar nggak busuk, sementara aku jadi ngerasa huek huek kalo makan telor lagi beberapa hari ke depan . —.—“

*lagilagi, tak ada poto makanannya. Maap yak! =P

Banjarmasin, 05.02.2013

8 thoughts on “Mabok Telor

  1. telor itu wajib ada d kulkas, buat sarapan pagi, buat cadangan makanan klo lagi males masak biar ga makan mie…
    #kalo telor2 nya dibuat martabak, kue, donat, ato chees stik (goreng) gimana? biar ga berasa ‘telur’ terus

Leave a reply to yulifia Cancel reply